Kamis, 29 Juli 2010

Yogyakarta Gamelan Festival 2010: Gamelan Anytime

Yogyakarta Gamelan Festival (YGF) kembali digelar tahun ini. Penyelenggaraan yang sudah mencapai tahun ke 15 tahun ini diselenggarakan 16-18 Juli 2010 yang lalu di Concert Hall dan Amphi Teater Taman Budaya Yogyakarta. YGF 2010 ini adalah tahun kedua pelaksanaan setelah ditinggal tokoh seniman berpengaruh yang pernah dimiliki Yogyakarta sekaligus Indonesia, yakni Sapto Raharjo.

Sepeninggal Mbah Sapto, YGF digarap oleh putra sulungnya, Ishari Sahida (30), atau yang akrab disapa Ari Wulu. Talenta dan ide-ide liar Mbah Sapto, sapaan bagi Sapto Raharjo, jelas bukanlah tandingan bagi Ari. Karena itulah, kepala utama YGF yang dulu dipegang Sapto, kini harus dijabat oleh tujuh orang. Selain Ari serta sang adik dan suami, ada empat orang lain yang merupakan tangan kanan Mbah Sapto. Merekalah penggerak YGF sekarang.

Mengenai pelaksaan YGF 2010 ini, Ari mengatakan mengusung tema “Anytime” yang dimaknai gamelan pada akhirnya bisa berbunyi setiap waktu tidak dalam konteks bebunyian gamelan yang terdengar tapi spirit bunyi gamelan itu yang bisa memberi manfaat kepada semua pihak. “Gamelan tidak ditabuh setiap saat. Nek ditabuh ono duite, kabeh do nabuh gamelan,” kata Ari.


Yogyakarta Gamelan Festival ke 15 ini diikuti 10 kelompok musik yang memainkan musik gamelan yang dikolaborasikan dengan alat musik lain. 10 kelompok ini adalah KPH 10 (Yogyakarta & USA), Kyai Fatahillah Meets Ensemble Gending (Bandung dan Belanda), OrkeStar Trio with Ramu Thiruyanam (Singapura). Selain itu akan tampil pula Jendela Ide by Bintang Manira, Adi Supriadi, Wawan Kurniawan dan Gita Mahatma (Bandung, Indonesia), Andrawina (Yogyakarta, Indonesia), Sumunar Gamelan & Dance Ensemble (Minnesota, USA), Rene Lysloff (California, USA), Bronze Age( Singapura), Kiai Kanjeng (Yogyakarta).


Pemain, penonton, dan volunteer berbaur menjadi satu pada penutupan YGF 2010

Bagi saya pribadi, gamelan merupakan aset budaya bangsa yang masih memiliki tempat di hati banyak masyarakat, tidak hanya masyarakat Indonesia namun juga warga negara asing. Hal ini bisa dilihat di tiga hari pelaksanaan YGF 2010, penonton selalu memadati Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta. Tidak sedikit turis asing yang begitu antusias dan sangat menikmati pertunjukan gamelan ini.

Salah satu penampil dalam YGF 2010, yaitu Bronze Age dari Singapura, yang terdiri dari beberapa mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di negaranya, bahkan mengatakan bahwa gamelan merupakan mata kuliah wajib di universitas mereka. Entah harus bangga atau sedih dengan fenomena ini, sungguh sebuah ironi karena gamelan di rumahnya sendiri justru kurang mendapat tempat yang istimewa. Pecinta gamelan sudah banyak, namun penggiatnya tidak sebanding.

Saya dan pecinta gamelan lain berharap, YGF ini akan selalu hadir agar nafasnya dapat selalu kita rasakan, anytime and everywhere. Hanya dengan menghadirkannya di tengah-tengah kita secara langsung, gamelan akan terus tumbuh menjadi sebuah kekayaan tak tertandingi, kekayaan abadi milik bangsa ini.

1 komentar: