Kamis, 04 Maret 2010

Sarjana Kurang Sehat

Tiga tahun terakhir, kegagalan tes kesehatan sarjana pencari kerja terus meningkat. Sebagian besar kegagalan akibat penyakit degeneratif yang erat dengan gaya hidup dan pola makan tidak sehat. Salah satunya terlihat dari tes kesehatan seleksi pegawai PLN yang dilakukan Engineering Career Center (ECC) UGM. Tingkat kegagalan mencapai 57 %. Dari 371 pelamar, hanya 111 yang lolos tes kesehatan.

Dari jumlah itu, kegagalan terbanyak karena kadar kolesterol tinggi yang mencapai 34 %. Kegagalan kedua buruknya kondisi jantung sejumlah 17 %, kemudian diabetes mellitus, serta asam urat. Fenomena kegagalan yang terus meningkat ini hampir terjadi di seluruh Indonesia.

Selain kesehatan, jumlah kegagalan tes psikologi ketika melamar kerja juga sangat tinggi. Rata-rata di atas 40 % pada berbagai perusahaan. Lulusan perguruan tinggi juga dinilai kurang matang secara emosional untuk bekerja. Selain kurang mampu menangani konflik dan tekanan kerja, keterampilan bekerja sama dalam tim juga minim.

Sebaliknya, tingkat keberhasilan seleksi akademik justru meningkat. Ini menunjukkan mahasiswa sekarang pintar-pintar, IPK mereka tinggi, tetapi kurang pengembangan diri dan kemampuan sosial.

Menurut Ketua Satgas Kemitraan Industri UGM, Nurhadi, kemampuan akademis tak banyak menambah peluang lulusan perguruan tinggi diterima bekerja. Kemampuan akademis dan keterampilan hanya menyumbang 20 % untuk diterima bejerja. Adapun 80 % lainnya adalah kemampuan sosial dan pengembangan diri. Perusahaan pun lebih menyukai lulusan yang aktif berorganisasi saat kuliah.

Untuk mengatasi ketidaksiapan sarjana terjun ke dunia kerja, perguruan tinggi perlu mendorong pendidikan pengembangan diri mahasiswa. Kampus jangan hanya berorientasi nilai akademis, tetapi juga memberi kesempatan mahasiswa berkembang di sisi sosial dan kegiatan kemasyarakatan.